KULTUR JARINGAN
MEDIA KULTUR JARINGAN
A. Pengertian Kultur
Jaringan
Kultur jaringan tanaman merupakan
bagian suatu teknik perbanyakan vegetatif nonkonvensional. Perbedaan teknik ini
dibandingkan dengan teknik perbanyakan vegetative konvensional biasanya
terletak dalam situasi dan lokasi yang berbeda. Penerapan teknik kultur jaringan tanaman mensyaratkan
kondisi di dalam ruangan (laboratorium) dan sifatnya aseptik (steril dari patogen). Bermuara
dalam kondisi yang aseptic, maka perlu dijelaskan bahwa segala aktifitas yang
berkaitan dengan jaringan harus dalam kondisi aseptik. Kondisi ini dimulai dari
cara:
1.
Penyiapan peralatan (alat tanam berbahan logam ataupun gelas).
2.
Pembuatan media penanaman.
3.
Penanaman (inisiasi dan pemilihan: a. perbanyakan; b.perakaran).
Selain peralatan kultur jaringan, media
merupakan salah satu factor utama dalam keberhasilan kultur. Media kultur
jaringan tanaman harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin
pertumbuhan eksplan yang ditanam. Media kultur jaringan memiliki karakteristik
masing-masing. Artinya tidak semua media dapat digunakan pada semua kultur
tanaman. Karena beberapa media yang ada memiliki perbedaan kandungan dan
konsentrasi zat-zat yang diperlukan atau digunakan pada kultur.
Media merupakan faktor utama dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan
perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat
tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang
dihasilkannya. Oleh karena itu, berbagai komposisi media kultur telah
diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
dikulturkan. Media kultur fisiknya dapat berbentuk padat atau cair.
Media berbentuk padat menggunakan pemadat media seperti
agar. Media kultur yang memenuhi syarat adalah yang mengandung nutrient makro
dan mikro dalam kadar dan perbandingan tertentu, sumber energi (sukrosa), serta
mengandung berbagai macam vitamin dan ZPT.
B. Media Kultur
Jaringan
Pembuatan
media harus berdasarkan perhitungan konsentrasi yang tepat. Karena akan
mempengaruhi keberhasilan tumbuh eksplan. Media yang digunakan merupakan media
Ms (Murashige dan Skoog). Pada proses pembuatannya, unsure makro diencerkan
sebanyak 5 kali, unsure mikro 100 kali, stok Fe 200 kali, vitamin 10 kali, ZPT
100 kali. Ditambakan pula sukrosa yang bertujuan untuk memberikan bahan baku
metabolisme eksplan karena eksplan beum mampu menghasilkan asimilat seperti
tumbuhan pada umumnya. Selanjutnya ditambahkan pemadat berupa agar “swallow”
untuk memadatkan media.
Pada
umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat
pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro dan unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan
dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam
amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun
sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1988).
o Gula
digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian
tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju
fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan
karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan
(1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik
melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber
karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup
memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber
energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
o Asam
amino merupakan sumber N organik. Asam amino yang sering digunakan adalah
glutamine, asparagin, sistein, dan glisin.
o Vitamin
berfungsi sebagai katalisator dalam system enzim dan diperlukan
dalam jumlah kecil. Vitamin yang dibutuhkan pada sebagian besar kultur
jaringan tumbuhanadalah thiamin, yang diberikan dalam bentuk Thiamin-HCl.
Vitamin lain yang biasa digunakan adalah asam nikotinat dan piridoksin HCl
(vitamin B6).
Pembuatan
larutan stok pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan bahan-bahan yang
diperlukan pada pembuatan media dengan konsentrasi yang tepat. Karena
media-media yang digunakan pada kultur jaringan diperlukan unsure-unsur dengan
konsentrasi yang sangat kecil. Karena tidak dimungkinkan menimbang unsure
dengan konsentrasi yang sangat kecil, maka dibuat lah larutan stok dengan
menggunakan konsep kalibrasi, sehingga pada pembuatan media, unsure-unsur
tersebut dapat digunakan seusia dengan konsentrasi yang diinginkan (Sriyanti,
2002).
Selain
media MS yang digunakan, terdapat pula beberapa jenis media lain, diantaranya
(Raharja, 1995):
1.
Heler
2.
White
3.
Nitsch & Nitsch
4.
Hildebrandt, Riker dan
Duggar
5.
Gautheret
6.
Knudson
7.
VAcin dan Went
8.
Miller
9.
Linsmaier & Skoog
10. Gamborg
11. Murashige
& Skoog
12. White,
diperkaya dengan fosfat dan diperkuat dengan senyawa organic seumber N serta
asam amino.
Media nomor 1 sampai dengan nomor 5 adalah media dasar yang hanya berisi unsure
makro dan unsure mikro. Untuk keperluan kultur jarigan, media tersebut masih
perlu ditambahkan bahan pelengkap berupa asam amino, vitamin, gula dan hormone
tumbuhan. pH disesuaikan sehingga nilainya berkisar sekitar 5,6. Bahan-bahan
lain yang dapat ditambahkan sebagai pelengkap misalnya ekstrak tauge, ekstrak
ujunga kecambah jagung dan air kelapa muda (Raharja, 1995).
Beberapa
media dasar yang banyak digunakan antara lain media dasar Murashige dan Skoog
(1962) yang dapat digunakan untuk hampir semua jenis kultur, media dasar
B5 untuk kultur sel kedelai dan legume lainnya, media dasar White (1934) sangat
cocok untuk kultur akar tanaman tomat, media dasar Vacin dan Went (1949)
digunakan untuk kultur jaringan anggrek, media dasar Nitsch dan Nitsch
(1969) digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel, media
dasar Schenk dan Hildebrandt (1972) untuk kultur jaringan tanaman
monokotil, media dasar WPM (Woody Plant Medium, 1981) khusus untuk tanaman
berkayu, media dasar N6(1975) untuk serealia terutama padi. Untuk eksplan dari
tanaman keras sering menggunakan medium WPM, sedangkan untuk tanaman semusim
(sayuran dan tanaman hias) sering menggunakan medium MS. Medium Kundson C cocok
untuk menanam eksplan kelapa kopyor dan anggrek. Dari sekian banyak media dasar
di atas, yang paling banyak digunakan adalah media Murashige dan Skoog (MS).
Keasaman
pH adalah nilai derajat keasaman atau kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman
(pH) suatu larutan menyatakan kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH
berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat basa), sedangkan titk netral
adalah pH pada 7. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur
jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara
pH 5,0-6,0. Bila eksplan mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur jaringan
tanaman umumnya akan naik apabila nutrein habis terpakai. Pengukuran pH dapat
dilakukan dengan menggunakan pH meter, atau bila menginginkan yang lebih praktis
dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila ternyata pH medium masih kurang
normal, maka dapat ditambah KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH melampaui batas
normal dinetralkan dengan penambahan HCL.
Menurut
Gamborg dan Shyluk (1981) dalam Gunawan (1988), sel-sel tanaman membutuhkan pH
yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan
dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu
semua komponen sudah dicampurkan .
Faktor
pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur
sedemikian rupa, hal ini ditujukan agar
tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma, sehingga media yang
dibuat sesuai dengan kondisi yang menjadi syarat untuk tumbuhnya eksplan dalam
kultur jaringan. Selain itu, jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin
menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga
harus mempertimbangkan faktor-faktor:
o Kelarutan
dari garam-garam penyusun media.
o Pengambilan
(uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain.
o Efisiensi
pembekuan agar-agar.
Bahan
pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar-agar adalah campuran
polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur,
diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na
(Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992). Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah
:
o Agar-agar
membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100°C sehingga dalam kisaran suhu
kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
o Tidak
dicerna oleh enzim tanaman.
o Tidak
bereaksi dengan persenyawaan - persenyawaan penyusun media.
Media kultur
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakantanaman secara
kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Contohnya
komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972),Gamborg dkk
B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog MS(1962) serta
woody plant medium-WPM (Lloyd dan Mc Known, 1980). Komponen media kultur yang
lengkap dan yang harus diperhatikan dalam pembuatan media kultur adalah sebagai
berikut :
o Air
distilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.
o Hara-hara
makro dan mikro.
o Gula
(umumnya sukrosa) sebagai sumber energy.
o Vitamin,
asam amino dan bahan organic lain.
o Zat
pengatur tumbuh.
o Suplemen
berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan.
o Agar-agar
atau gelrite sebagai pemadat media.( Endang Yuniastuti. 2008: 5)
Untuk
memenuhi factor pertumbuhan tanaman, maka factor – factor yang harus
diperhatikan dalam pembuatan media kultur jaringan yang baik adalah media
yang mengandung:
1.
Hara anorganik. Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan
beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk
pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus
dimasukkan dalam media kultur. Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1
memperlihatkan bahwa unsur esensial ini dimasukkan pada masing – masing media
tapi konsentrasinya berbeda karena diberikan dalam bentuk yang berbeda.
2.
Hara organic. Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan
dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro
dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin
dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih
vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting,
selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Selain
bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak
ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain –
lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.
Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti
dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
3.
Sumber karbon. Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan
karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus
ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi
pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul
yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada
konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain
seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa
diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang
dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.
4.
Agar. umumnya jaringan dikulturkan pada media
padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar
sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara
0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali
air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan
kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak
mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain
seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab komersial. Gel sintetis
diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem
fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini, produk baru
bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan campuran agar
dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi
problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan 1 g
Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media.
5.
pH. media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda
mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih
tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari
5.2, agar tidak dapat memadat.
6.
Zat Pengatur Tumbuh. Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat
pengatur tumbuh akan dibahas tersendiri pada minggu 13.
7.
Air. distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab
menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan
ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan
bahan organik dan non-organik pada media.
8.
Pemilihan Media. Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS
(Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat
yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada
berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan
konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP
ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah.
Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang
paling sulit ditentukan dalam kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan
biasanya perlu melakukan penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik
yang akan digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan pertaman adalah dengan
menggunakan media dasar MS dan meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang
berbeda pada media tersebut. (Anonimous, 2009).
Seperti
halnya peralatan kultur, media yang digunakan juga perlu dilakukan sterilisasi
untuk menciptakan kondisi lingkungan yang aseptic bagi eksplan. Untuk media
kultur yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile, sterilisasi
dilakukan dengan autoklaf pada temperature 121Oc, tekanan antara 15 psi atau 1
atm dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan volume
media. Untuk 15-50 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran
50-100 ml, sterilisasi dilakukan pada tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit. Untuk
20 botol volume 1 liter membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 34 menit, 10
botol volume 2 liter memerlukan waktu 37 menit, 5 botol 4 liter waktu yang
digunakan 52 menit. Dengan waktu yang lebih lama.
Dalam
sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu sterilisasi yang diinginkan sudah
tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan tekanannya secara mendadak. Bila
tekanan diturunkan mendadak, cairan didalamnya mendidih dan meluap (bubbled
up). Untuk bahan-bahan yang heat-labile dalam bentuk larutan, sterilisasi
dilakukan dengan menyaring larutan melalui filter yang mempunyai ukuran pori
0.20-0.22 um. Diameter filter yang bermacam-macam tergantung dari volume
larutan yang ingin disterilkan. Untuk volume larutan 10 ml, dipergunakan filter
yang dipasang di ujung jarum suntik. Bahan yang heat labile antara lain : GA3,
Thiamin-HCL, Ca-panthothenate, Antibiotik: carbenocilin (Anonimous, 2009).
KULTUR JARINGAN
TANAMAN ANGGREK
Langkah-langkah Teknik Kultur
Jaringan
Salah satu aplikasi bioteknologi yaitu dengan
kultur jaringan. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh kembangkan
bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik
secara in vitro. Teknik kultur jaringan dicirikan dengan kondisi yang aseptik
atau steril dari segala macam bentuk kontaminan, menggunakan media kultur yang
memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan menggunakan ZPT ( zat pengatur
tumbuh ), serta kondisi ruang tempat pelaksanaan kultur jaringan diatur suhu
dan pencahayaannya. (Yusnita, 2003: 1).
Sebenarnya kultur
jaringan merupakan salah satu bentuk kloning pada tumbuhan. Tumbuhan dapat
diperbanyak melalui proses kultur jaringan karena memiliki sifat totipotensi,
yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik
dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman utuh. Proses kultur jaringan dimulai dengan memotong bagian tanaman
yang akan dibiakkan dalam media kultur. Bagian tanaman yang akan dikulturkan
ini disebut sebagai eksplan. Umumnya bagian tanaman yang dijadikan eksplan
adalah jaringan yang masih muda dan bersifat meristematis, karena memiliki daya
regenerasi yang tinggi dan masih aktif membelah. Eksplan kemudian diletakkan
dalam media kultur yang sesuai. Eksplan tadi akan terus membelah membentuk masa
sel yang belum terdifferensiasi, yaitu kalus. Kalus kemudian dipindah dalam
media differensiasi yang akan terus tumbuh dan berkembang menjadi tanaman kecil
atau planlet.
Teknik kultur
jaringan merupakan cara perbanyakan tumbuhan secara invitro. Perbanyakan invitro
adalah penanaman jaringan atau organ tumbuhan di luar lingkungan tumbuhnya
Kultur
jaringan tanaman Anggrek
Melalui kultur
jaringan ini, jaringan tumbuhan diambil sedikit, lalu ditumbuhkan dalam media
buatan sehingga tumbuh menjadi tanaman sempurna. Kultur jaringan dilakukan berdasarkan
pada prinsip totipotensi. Menurut prinsip totipotensi setiap sel tumbuhan
mengandung semua informasi genetik yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang
menjadi tanaman lengkap.
Teknik kultur
jaringan tidak dapat dilakukan di sembarang tempat. Teknik ini harus dilakukan
di dalam ruangan khusus yang steril agar terbebas dari kontaminasi udara luar.
Kultur jaringan dilakukan di dalam suatu laboratorium khusus yang digunakan
untuk kultur jaringan. Laboratorium berfungsi untuk mengkondisikan kultur dalam
suhu dan pencahayaan terkontrol yang dilengkapi dengan alat dan bahan untuk
pembuatan media. Pada dasarnya tumbuh-tumbuhan memiliki daya regenerasi yang
kuat. Dasar inilah yang akhirnya menjadi titik tolak berkembangnya industri
perbanyakan (propagasi) tanaman.
Bila sel-sel
jaringan atau organ tanaman ditanam di luar lingkungan tumbuhnya (invitro)
dengan menggunakan larutan bahan makanan sintetik ternyata dapat berenegerasi
menjadi tunas dan akar yang selanjutnya dapat berkembang menjadi tanaman normal
yang mampu hidup mandiri menjadi tumbuhan yang utuh.
1. Langkah-Langkah
Teknik Kultur Jaringan
Kultur jaringan
tumbuhan dapat dilakukan dengan langkah seperti terlihat pada Gambar berikut
ini. Dari gambar tersebut terlihat langkah-langkah yang dilakukan sebagai
berikut
(lihat Gambar).
a. Menyiapkan media tumbuh yang terdiri atas campuran garam mineral berisi unsur makro dan mikro, asam amino, vitamin, gula serta hormon tumbuhan dengan perbandingan tertentu.
b. Siapkan eksplan (jaringan yang akan dikultur). Pada gambar terlihat eksplan berupa potongan dari akar tanaman wortel.
c. Tanamkan eksplan pada media yang telah disiapkan.
d. Setelah terbentuk calon tumbuhan (akar, tunas) maka dipindahkan ke media tanah untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa.
a. Menyiapkan media tumbuh yang terdiri atas campuran garam mineral berisi unsur makro dan mikro, asam amino, vitamin, gula serta hormon tumbuhan dengan perbandingan tertentu.
b. Siapkan eksplan (jaringan yang akan dikultur). Pada gambar terlihat eksplan berupa potongan dari akar tanaman wortel.
c. Tanamkan eksplan pada media yang telah disiapkan.
d. Setelah terbentuk calon tumbuhan (akar, tunas) maka dipindahkan ke media tanah untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa.
Kelebihan Kultur Jaringan
Kelebihan kultur jaringan antara lain:
Kelebihan kultur jaringan antara lain:
- Tidak memerlukan tempat yang luas.
- Tanaman bisa diperbanyak dalam waktu yang singkat.
- Pelaksanaannya tidak tergantung pada musim.
- Bibit yang dihasilkan lebih sehat.
- Memungkinkan adanya rekayasa genetika.
Selain itu juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu:
- Diperlukan biaya awal yang relatif tinggi.
- Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, karena memerlukan keahlian khusus.
- Bibit hasil kultur jaringan memerlukan proses aklimatisasi, karena terbiasa dalam kondisi lembap dan aseptik. (Yusnita, 2003:8)
AKLIMATISASI KULTUR JARIngaN
TANAMAN ANGGREK
Aklimatisasi
adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur jaringan yang semula
kondisinya terkendali kemudian berubah pada kondisi lapangan yang kondisinya
tidak terkendali lagi, disamping itu tanaman juga harus mengubah pola hidupnya
dari tanaman heterotrop ke tanama autotrop.
Aklimatisasi atau
penyesuaian terhadap lingkungan baru dari lingkungan yang terkendali ke
lingkungan yang relatih berubah. Bibit anggrek hasil perbanyakan secara in
vitro membutuhkan proses adaptasi sebelum tumbuh besar menjadi tanaman.
Untuk itu perlu kiranya mengetahui tahapannya sebagai berikut :
- Kriteria bibit botol yang siap dikeluarkan yaitu
daun sudah menyentuh dinding atas botol, akar sudah tumbuh dengan baik, media
sudah habis/kering, atau jika bibit dalam botol terkontaminasi jamur atau
bakteri sehingga perlu segera dikeluarkan;
- Tulis
kode silangan atau nama jenis anggrek beserta tanggal keluar bibit botol
gantungkan di baki kompot, tulis juga dalam buku sewaktu-waktu dapat dilacak;
- Gunakan
tray plastik berlubang sebagai pengganti pot kompot
- Buka
tutup botol dan gunakan kawat berujung melengkung ‘U’ dan tarik satu persatu
bibit, usahakan akar terlebih dahulu yang di kelurkan;
- Untuk
mempercepat pekerjaan dapat pula dengan cara bungkus botol dengan koran dan
pukul belakang botol dengan palu hingga pecah;
- Setelah
bibit dikeluarkan, dibilas di atas tray plastik berlubang kemudian semprot
dengan air mengalir hingga sisa media agar yang menempel pada akar bersih;
- Tiriskan bibit yang bersih di
atas kertas koran;
- Tanaman secara berkelompok bibit
sesuai dengan ukuran bibit yang besar terlebih dahulu kemudian bibit yang kecil
dengan posisi bibit berdiri;
- Setelah selesai menanam simpan
kompot anggrek di tempat yang teduh bersirkulasi udara baik;
- Semprot menggunakan handsprayer
kompot anggrek tadi keesokan harinya; setiap hari selama satu minggu;
- Setelah satu minggu pertama
penyiraman sudah dapat menggunakan air mengalir dari selang; pemupukan sudah
dapat diaplikasikan menggunakan pupuk yang berimbang kadar N:P:K = 21:21:21 dengan
konsentrasi ¼ anjuran dalam kemasan satu minggu dua kali;
- Penggunaan Vitamin B1 dapat juga
digunakan dengan konsentrasi 1/4/ anjuran dalam kemasan satu minggu sekali;
- Setelah kompot anggrek berumur kurang lebih 1 – 1,5
bulan dengan ciri bibit sudah kekar dan akar baru sudah tumbuh, bibit dapat
ditanam dalam individual pot berukuran 5 cm dengan media pakis atau sabut
kelapa. Bibit dengan ukuran kecil dapat diteruskan penanamannya dalam kompot;
- Catatan: Masing-masing nursery dan
petani memiliki cara yang berbeda-beda. Cara yang kami lakukan bisa disebut
dengan cara kering, dengan maksud menghindari bibit terlalu sering terkena air,
karena akan mengakibatkan bibit menjadi lemas (osmosis rendah). Sehingga bibit
saat ditanam akan layu dan tidak dapat berdiri;
- Penggunaan fungisida yang biasa digunakan dalam beberapa
buku tentang aklimatisasi dengan merendam bibit sebelum ditanam tidak kami
lakukan kecuali bibit dalam botol sebelumnya sudah terkontaminasi jamur.
Dalam melakukan aklimatisasi pengelompokan
plantlet hasil seleksi. Plantlet dikelompokan berdasarkan ukurannya untuk
memperoleh bibit yang seragam. Sebelum ditanam plantlet sebaiknya diseleksi
dulu berdasarkan kelengkapan organ, warna, hekeran pertumbuhan, dan ukuran.
Plantlet yang baik adalah yang organnya lengkap, mempunyai pucuk dan akar,
warna pucuknya hijau mantap artinya tidak tembus pandang dan pertumbuhan akar
bagus.
Menurut Trubus (2005) ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3 – 4 akar dengan panjang 1,5 – 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol (Herawan, 2006; Yusnita, 2004).
Di dalam botol kultur, kelembapan hampir selalu 100%. Aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangat jauh berbeda. Kondisi di luar botol berkelembapan nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi di dalam botol.planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu, tanaman tersebut memperlihhatkan gejala ketidaknormalan, seperti bersifat sangat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vasikulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagaimana mestinya, struktur mesofil berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat rendah.
Aklimatisasi dilakukan dengan mengkondisikan planlet dalam media pengakaran ex vitro. Media yang kita gunakan dalam proses aklimatisasi pada anggrek adalah pakis dan arang kayu / genting. Selain itu juga kelembapan tempat aklimatisasi di atur tetap tinggi pada minggu pertama, menurun bertahap pada minggu–minggu berikutnya hingga tumbuh akar baru dari planlet. Cahaya diatur dari intensitas rendah, meningkat secara bertahap. Sebaiknya suhu tempat aklimatisasi dijaga agar tidak melebihi 32oC.
Menurut Trubus (2005) ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3 – 4 akar dengan panjang 1,5 – 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol (Herawan, 2006; Yusnita, 2004).
Di dalam botol kultur, kelembapan hampir selalu 100%. Aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangat jauh berbeda. Kondisi di luar botol berkelembapan nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi di dalam botol.planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu, tanaman tersebut memperlihhatkan gejala ketidaknormalan, seperti bersifat sangat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vasikulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagaimana mestinya, struktur mesofil berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat rendah.
Aklimatisasi dilakukan dengan mengkondisikan planlet dalam media pengakaran ex vitro. Media yang kita gunakan dalam proses aklimatisasi pada anggrek adalah pakis dan arang kayu / genting. Selain itu juga kelembapan tempat aklimatisasi di atur tetap tinggi pada minggu pertama, menurun bertahap pada minggu–minggu berikutnya hingga tumbuh akar baru dari planlet. Cahaya diatur dari intensitas rendah, meningkat secara bertahap. Sebaiknya suhu tempat aklimatisasi dijaga agar tidak melebihi 32oC.
Setelah
proses aklimatisasi anggrek diperlakukan sebagai berikut:
a. Compotting
Ukuran pot yang digunakan untuk kompot berdiameter sekitar 7 cm pada pot ini diisi bibit sekitar 30 bibit anggrek atau tergantung ukuran bibitnya. Pertama-tama pot yang akan digunakan diisi dengan sterofoam sekitar 1/3 bagian, kemudian pakis cacah lalu bibit anggrek ditata dengan rapi..
b. Seedling (Penanaman ke Single Pot)
Seedling adalah proses memindahkan bibit dari kompot ke pot individu. Seedling dilakukan pada saat bibit berusia 5 bulan. Apabila tanaman terlambat diseedling dapat mengakibatkan bibit dalam kompot kompetisi sehingga penyerapan hara terhalang dan akar beresiko menjadi rusak. Biasanya seedling dilakukan diletakkan di dalam gelas bekas air mineral. Media yang digunakan untuk setiap anggrek berbeda-beda tergantung pada kebutuhan airnya. Media untuk Dendrobium adalah sphagnum yang dibalutkan pada akar tanaman, kemudian tanaman ditanam dalam gelas plastic yang telah diisi sterofoam dan pakis cacah. Biasanya juga ditanam pada media pakis batangan yang kemudian diikat menggunakan tali raffia. Ciri-ciri dari bibit yang siap di seedling yaitu ditandai dengan perakaran yang tumbuh lebih kuat dan daun daun tampak sudah keluar dari bibir pot.
c. Overpot (Pemindahan Bibit)
Overpot dilakukan ketika tanaman dalam single pot memenuhi syarat untuk dipindahkan, yaitu ditandai denga banyaknya umbi. Tanamn dipindahkan ke pot yang lebih besar. Biasanya dilakukan setelah seedling berumur 2-3 bulan. Media yang digunakan adalah potongan pakis batangan yang disusun secara teratur atau satu per satu dan diikat denga tali raffia.
d. Repotting
Repotting atau pengepotan ulang adalah pemindahan tanaman tanaman dari pot yang lama ke pot yang baru. Repotting dilakukan jika anggrek pada pot seedling telah tumbuh besar dan memenuhi popt plastik. Pengepotan ulang dilakukan dengan alasan media dalam pot seedling telah lapuk dan hancur sehingga ph menjadi rendah (asam) dan rentan terhadap serangan penyakit (Parnata, 2005). Selain itu juga untuk mengantisipasi media yang telah kehabisan unsur hara. Media untuk repotting juga berbeda untuk setiap jenis anggrek tergantung kebutuhan airnya.
a. Compotting
Ukuran pot yang digunakan untuk kompot berdiameter sekitar 7 cm pada pot ini diisi bibit sekitar 30 bibit anggrek atau tergantung ukuran bibitnya. Pertama-tama pot yang akan digunakan diisi dengan sterofoam sekitar 1/3 bagian, kemudian pakis cacah lalu bibit anggrek ditata dengan rapi..
b. Seedling (Penanaman ke Single Pot)
Seedling adalah proses memindahkan bibit dari kompot ke pot individu. Seedling dilakukan pada saat bibit berusia 5 bulan. Apabila tanaman terlambat diseedling dapat mengakibatkan bibit dalam kompot kompetisi sehingga penyerapan hara terhalang dan akar beresiko menjadi rusak. Biasanya seedling dilakukan diletakkan di dalam gelas bekas air mineral. Media yang digunakan untuk setiap anggrek berbeda-beda tergantung pada kebutuhan airnya. Media untuk Dendrobium adalah sphagnum yang dibalutkan pada akar tanaman, kemudian tanaman ditanam dalam gelas plastic yang telah diisi sterofoam dan pakis cacah. Biasanya juga ditanam pada media pakis batangan yang kemudian diikat menggunakan tali raffia. Ciri-ciri dari bibit yang siap di seedling yaitu ditandai dengan perakaran yang tumbuh lebih kuat dan daun daun tampak sudah keluar dari bibir pot.
c. Overpot (Pemindahan Bibit)
Overpot dilakukan ketika tanaman dalam single pot memenuhi syarat untuk dipindahkan, yaitu ditandai denga banyaknya umbi. Tanamn dipindahkan ke pot yang lebih besar. Biasanya dilakukan setelah seedling berumur 2-3 bulan. Media yang digunakan adalah potongan pakis batangan yang disusun secara teratur atau satu per satu dan diikat denga tali raffia.
d. Repotting
Repotting atau pengepotan ulang adalah pemindahan tanaman tanaman dari pot yang lama ke pot yang baru. Repotting dilakukan jika anggrek pada pot seedling telah tumbuh besar dan memenuhi popt plastik. Pengepotan ulang dilakukan dengan alasan media dalam pot seedling telah lapuk dan hancur sehingga ph menjadi rendah (asam) dan rentan terhadap serangan penyakit (Parnata, 2005). Selain itu juga untuk mengantisipasi media yang telah kehabisan unsur hara. Media untuk repotting juga berbeda untuk setiap jenis anggrek tergantung kebutuhan airnya.
Cara Aklimatisasi (Anggrek)
Mengeluarkan anggrek dari dalam botol
Sekitar 7-8 bulan setelah berkecambah, anakan anggrek siap dikeluarkan dari
dalam botol. Anakan anggrek di dalam botol disebut dengan sedling. Sedling yang
siap dikeluarkan mempunyai akar yang banyak dan kelihatan kokoh. Mengeluarkan
sedling dari dalam botol harus berhati-hati. Sedling yang dikeluarkan dari
botol sering tidak bisa beradaptasi ketika dipindahkan ke kompot karena telah
terbiasa hidup manja, dengan makanan yang sudah disediakan di dalam botol.
Pengeluaran sedling dari dalam botol bisa dilakukan dengan dua cara sebagai
berikut.
Cara Pertama
* Siapkan baskom yang berisi air bersih dan steril.
* Pecahkan botol di atas baskom. Kaca pecahan botol akan tenggelam dan anakan anggrek akan mengambang di atas permukaan air.
* Cuci anakan anggrek hingga bersih dan tidak terdapat agar-agar. Agar-agar yang masih menempel dapat menyebabkan tumbuhnya jamur yang merugikan anggrek.
* Rendam anakan anggrek di dalam physan (zat anti jamur) dengan dosis 2-3 mg per satu liter air agar tidak ditumbuhi jamur.
* Letakkan anakan anggrek di atas Koran dan diangin-anginkan agar bebas dari air.
* Setelah kering, pindahkan anggrek ke dalam kompot. Satu kompot bisa digunakan untuk 20-40 anakan anggrek, tergantung pada ukuran kompot dan besarnya anakan.
Cara Kedua
* Buka tutup botol dan masukkan air sampai setengahnya.
* Goyang-goyangkan botol hingga tanaman dan akarnya terpisah dari agar-agar.
* Keluarkan anakan anggrek menggunakan pinset atau kawat yang ujungnya dibengkokkan membentuk huruf “U”. Caranya dengan mengaitkan dan menarik akar anakan anggrek keluar sampai terjatuh ke dalam baskom yang berisi air bersih dan steril.
* Langkah selanjutnya sama seperti cara pertama.
Memindahkan anakan ke kompot
Setelah anakan anggrek dikeluarkan dari dalam botol, langkah selanjutnya adalah menanamnya di kompot. Kompot yang digunakan berdiameter 7, 12, 16, atau 20cm. Kompot tersebut tidak terlalu tinggi atau dalam, tetapi menyerupai cobek (tempat membuat sambal dari tanah liat). Kompot ada yang terbuat dari tanah atau plastik.
Media tanam yang digunakan bisa berupa pakis, sabut kelapa, moss (Lumut), akar kadaka dan kulit pinus. Sebelum digunakan, media tersebut harus direbus di dalam air selama 30 menit agar terbebas dari tanin atau zat perangsang pertumbuhan jamur.
Cara Pertama
* Siapkan baskom yang berisi air bersih dan steril.
* Pecahkan botol di atas baskom. Kaca pecahan botol akan tenggelam dan anakan anggrek akan mengambang di atas permukaan air.
* Cuci anakan anggrek hingga bersih dan tidak terdapat agar-agar. Agar-agar yang masih menempel dapat menyebabkan tumbuhnya jamur yang merugikan anggrek.
* Rendam anakan anggrek di dalam physan (zat anti jamur) dengan dosis 2-3 mg per satu liter air agar tidak ditumbuhi jamur.
* Letakkan anakan anggrek di atas Koran dan diangin-anginkan agar bebas dari air.
* Setelah kering, pindahkan anggrek ke dalam kompot. Satu kompot bisa digunakan untuk 20-40 anakan anggrek, tergantung pada ukuran kompot dan besarnya anakan.
Cara Kedua
* Buka tutup botol dan masukkan air sampai setengahnya.
* Goyang-goyangkan botol hingga tanaman dan akarnya terpisah dari agar-agar.
* Keluarkan anakan anggrek menggunakan pinset atau kawat yang ujungnya dibengkokkan membentuk huruf “U”. Caranya dengan mengaitkan dan menarik akar anakan anggrek keluar sampai terjatuh ke dalam baskom yang berisi air bersih dan steril.
* Langkah selanjutnya sama seperti cara pertama.
Memindahkan anakan ke kompot
Setelah anakan anggrek dikeluarkan dari dalam botol, langkah selanjutnya adalah menanamnya di kompot. Kompot yang digunakan berdiameter 7, 12, 16, atau 20cm. Kompot tersebut tidak terlalu tinggi atau dalam, tetapi menyerupai cobek (tempat membuat sambal dari tanah liat). Kompot ada yang terbuat dari tanah atau plastik.
Media tanam yang digunakan bisa berupa pakis, sabut kelapa, moss (Lumut), akar kadaka dan kulit pinus. Sebelum digunakan, media tersebut harus direbus di dalam air selama 30 menit agar terbebas dari tanin atau zat perangsang pertumbuhan jamur.